Minggu, 19 Februari 2017

Perkembangan Seni Kontemporer di Indonesia

Antara modern dan kontemporer secara umum tidak dapat dipilah berdasarkan waktu. Hal ini mengakibatkan tidak jelasnya pemisah antara kedua istilah tersebut. Istilah modern dan kontemporer dalam konteks seni rupa dijelaskan oleh Kramer dalam Dharsono sebagai berikut: Pengertian “kontemporer” dibandingkan dengan istilah modern hanya sekedar sebagai sekat munculnya perkembangan seni rupa sekitar tahun 70-an dengan menempatkan seniman-seniman Amerika seperti David Smith dan Jackson Pollock sebagai tanda peralihan (Dharsono, 2004: 223). Pengertian kontemporer dalam bidang arsitektur memiliki pengertian lain, hal ini diungkapkan oleh Kultermann seorang pemikir asal Jerman, “Berdasarkan teori Udo, pengertian kontemporer dekat dengan paham post-modern menjelang tahun 1970. Paham baru ini menentang kerasionalan paham modern yang dingin dan berpihak pada simbolisme instink” (Dharsono, 2004: 223). Dalam istilah seni pengertian ini ditafsirkan lebih lajut oleh Douglas Davis, bahwa kontemporer sebagai kembalinya upaya mencari dan mengangkat nilai-nilai budaya dan kemasyarakatan atau dalam istilah seni kembali ke konteks. Seperti telah kita ketahui, seni kontemporer dalam bahasa Indonesia padanannya adalah “seni masa kini” atau juga “seni mutakhir”. Dalam khazanah seni modern yang telah berusia ratusan tahun, kehadiran seni kontemporer cukup rumit dan menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan. Istilah seni kontemporer justru banyak menimbulkan kebingungan. Istilah seni kontemporer dalam arti seni masa kini sebenarnya sudah muncul sejak tahun 50-an. Pada waktu itu, karya seni masa kini hanya menyangkut nama-nama Picasso, Matisse, Braque dan lain-lain. Periode berikutnya adalah pendobrakan yang lengkap terhadap asas-asas seni rupa tradisi Barat. Bahkan, akhirnya pendobrakan ini semakin beraneka ragam. Dipengaruhi oleh semangat individualisme dengan jumlah pelukis yang semakin banyak maka seni kontemporer ini semakin dipadati oleh seni individual di mana setiap seniman berusaha untuk saling berbeda satu sama lain (Popo Iskandar, 2000:30).Ditinjau dari sudut ini seni kontemporer bukanlah konsep tetap. Seni kontemporer adalah dimensi waktu yang terus bergulir mengikuti perkembangan masyarakat dengan zamannya. Kiranya hanya satu indikasi yang bisa dijadikan titik terang istilah seni kontemporer, yakni lahir dan berkembang dalam khazanah dan ruang lingkup seni modern. Hal ini di pertegas dalam buku AWAS! Recent art from Indonesia: Seni rupa kontemporer muncul setelah seni rupa modern. Berlangsungnya perayaan ‘Boom seni lukis’ di akhir tahun 80-an dan awal akhir 90-an seniman bergerak cepat menembus, melintas batas-batas tradisional negara yang membatasi identitasnya. Kelangsungan seni rupa kontemporer tidak lagi mengusung semangat hebat, pemberontakan dan penyangkalan seperti pendahulunya di tahun 70-an (seni modern) tetapi melangsungkan negosiasi dengan berbagai senimanan baru, perubahan-perubahan yang serba cepat, peluang dan tentunya juga gemerlapnya pasar (Rizki A Zaelani, 1999:92). Setiawan Sabana, tokoh pendidik, perupa, yang juga seorang dekan FSRD (Fakultas Seni Rupa dan Desain) ITB mengungkapkan, sesuai dengan hasil penelitiannya mengenai “Seni Rupa Kontemporer Asia Tenggara” yang dilakukannya selama 4 tahun, bahwa yang membedakan antara seni rupa modern dan kontemporer adalah sebagai berikut:
Seni Rupa Modern :
1. Memutuskan rantai dengan tradisi masa lalu, pada masa ini tradisi tidak menjadi perhatian yang signifikan dan itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu diotak-atik lagi tapi cukup dalam musium saja.
2. Adanya high art dan low art ( kesenian dianggap adiluhung).
3. Tema-tema sosial cenderung ditolak.
4. Kurang memperhatikan budaya lokal.
Seni Rupa Kontemporer :
1. Tradisi diangkat kembali, misalnya tema lebih bebas dan media lebih bebas.
2. Tema-tema sosial dan politik menjadi hal yang lumrah dalam tema berkarya seni.
3. Berbaurnya karya seni adiluhung/ high art dan low art.
4. Masa seni rupa modern kesenian itu abadi maka masa kontemporer kesenian dianggap kesementaraan.
5. Dulu ada istilah menara gading sekarang kesenian merakyat, jadi tidak lagi sesuatu yang perlu/ harus bertahan.
6. Budaya lokal mulai bahkan menjadi perhatian.
Selanjutnya ia menyimpulkannya bahwa fenomena seni rupa kontemporer Indonesia merupakan suatu refleksi, pencerminan evaluasi kembali, sikap evaluatif dan pencarian akan potensi-potensi kultural yang baru di negeri ini dan merupakan bentuk kesadaran baru dalam era global. Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap usang. Konsep modernisasi telah merambah semua bidang seni ke arah kontemporer ini. Paling menyolok terlihat di bidang tari dan seni lukis. Seni tari tradisional mulai tersisih dari acara-acara televisi dan hanya ada di acara yang bersifat upacara atau seremonial saja.



sumber: http://apriantirahmadani.blogspot.co.id/2016/05/seni-musik-kontemporer.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar